Dalam Rengkuh Sayap Malaikat

Beberapa hari setelah itu, sakit neneknya terlihat semakin parah—Firsha sudah memanggil mantri di kampungnya, dan sang mantri menyarankan agar Firsha membawa neneknya ke rumah sakit—namun Firsha tahu bahwa ia tak akan mampu menanggung biayanya. Neneknya pun sudah memutuskan untuk tetap tinggal di rumah saja—ia tahu bahwa cucunya tak akan mampu menanggung segalanya.

“Selama Nenek bisa melihatmu, Nenek masih merasa sehat, Firsha,” kata neneknya suatu malam ketika Firsha menyuapinya makan.

Dan Firsha tak bisa menjawab apa-apa—ia tak pernah bisa menjawab apa-apa.

Firsha berpikir bahwa dua hari lagi ia akan mendapat uang gajinya dari pabrik tempatnya bekerja, dan ia bisa membelikan obat yang diresepkan oleh mantri yang memeriksa neneknya, dan juga membelikan beberapa makanan yang bergizi untuk neneknya.

***

Dan dua hari kemudian, ketika Firsha telah menerima uang gajinya sore itu, dia pun dengan bergegas meninggalkan pabriknya untuk memenuhi janjinya sendiri. Saat melewati jembatan Hiloji, dia melangkah dengan tergesa-gesa agar segera bisa sampai di Apotik Segar Waras—satu-satunya apotik yang paling dekat dengan jembatan Hiloji. Di sana ia membelikan beberapa obat yang telah diresepkan untuk neneknya, kemudian berjalan tergesa-gesa lagi menuju ke sebuah toko roti untuk membelikan beberapa kue kesukaan neneknya.

Dalam perjalanan dari apotik Segar Waras menuju ke toko roti itu Firsha memilih jalan yang lebih cepat agar bisa segera sampai—karenanya dia memutar jalan melalui jalan Pagilasan, suatu jalan yang sepi dan jarang dilalui orang karena sepanjang jalan itu hanya ada satu gereja dan satu pura. Dan di jalan yang sepi itulah, sebuah bencana yang tak pernah diduganya tengah menantinya.

Ketika Firsha tengah melangkah beberapa blok dari komplek gereja di jalan Pagilasan yang sepi seperti biasanya itu, dia mendapati tiga orang lelaki tak jauh di depannya tengah mengacak-acak sebuah isi tas, dan Firsha melihat mereka merenggut banyak uang dari dalam tas itu.

Lalu terdengar suara seorang perempuan dari dalam sebuah mobil yang ada di dekat mereka, “Cepat! Waktu kita terbatas!”

Dan ketiga orang lelaki itu pun segera meloncat ke dalam mobil, sambil seorang dari mereka melemparkan tas itu ke trotoar. Lelaki yang melempar tas itu seperti baru menyadari keberadaan Firsha yang telah menyaksikan mereka, dan lelaki itu nampak terkejut, namun kemudian mobil itu melaju meninggalkan tempat itu.

Maka Firsha pun kemudian berdiri di sana—di trotoar yang sepi itu—dan dengan rasa penasaran mencoba membuka tas yang tadi dilemparkan itu sambil berharap ia menemukan uang yang mungkin masih tersisa di dalam tas itu—tentunya dapat membantunya untuk membelikan sesuatu yang dibutuhkan oleh neneknya.

Tetapi kemudian sekelompok orang tak dikenal datang mendekatinya—dengan wajah yang beringas—dan sebelum Firsha sempat menjelaskan apa-apa, mereka telah menyeretnya ke kantor polisi yang tak jauh dari sana.

Firsha tak pernah menyangka bahwa tas yang disentuhnya itu akan membawanya ke jurang neraka.

Bersambung ke: Dalam Rengkuh Sayap Malaikat (4)