Dalam Rengkuh Sayap Malaikat

“Kini tak ada lagi yang akan menyakitimu, Firsha,” kata lelaki itu dengan lembut, sementara Firsha kini menyadari dan merasakan ia berada dalam rengkuhan kedua tangan lelaki tampan itu.

“Dimana aku sekarang...?” bisik Firsha dengan takjub dan terkejut.

“Lihatlah ke sekelilingmu.” Seraut wajah tampan itu tersenyum menenangkan.

Firsha mencoba melihat ke sekelilingnya, dan dia merasakan tengah menembus awan-awan putih yang bergumpal, dan ketika ia mencoba menengok ke bawah, ia menyaksikan jembatan Hiloji berada jauh sekali di bawahnya. Setinggi apa sekarang aku berada? Dan ketika ia menatap sosok yang sekarang tengah merengkuhkan tangannya pada tubuhnya, Firsha baru menyadari kalau di punggung penolongnya itu terdapat sepasang sayap yang kini berkepak-kepak dengan amat lembut dan indah.

“Aku...aku seperti mimpi...” bisik Firsha sementara ia merasakan dirinya dibawa semakin tinggi ke angkasa.

“Dan kuharap ini menjadi mimpi terindahmu, Firsha,” kata lelaki bersayap itu dengan senyumnya. “Tapi ini bukan mimpi...”

“Oh, benarkah ini bukan mimpi...?” Firsha menggapai-gapaikan tangannya, menyentuh gumpalan-gumpalan awan di sekelilingnya. “Tapi ini...terlalu menakjubkan!”

“Kau suka...?”

Sekali lagi Firsha mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya, dan kemana pun tatapannya menuju, ia menyaksikan awan-awan yang bergumpal putih bersih, sementara suasana di sekelilingnya terasa begitu hening...sangat hening. Firsha kemudian berbisik, “Aku...aku belum pernah merasa sedamai ini.”

“Seringkali...di dalam keheninganlah kau akan merasakan kedamaian.” Lelaki itu menatap wajah Firsha dalam rengkuhannya.

Firsha mendapati sepasang mata yang begitu bening dan teduh, dan ia seperti baru tersadar akan sesuatu. “Aku...aku belum tahu siapa kau,” katanya kemudian.

“Aku Mikhael.”

Firsha terdiam sesaat, kemudian berkata perlahan, “Kau memiliki sayap. Apakah kau...malaikat?”

Mikhael tersenyum. “Kau merasa sudah sulit untuk percaya pada manusia, kan?”

Firsha tersenyum malu. “Sepertinya kau tahu banyak tentangku. Kau juga tahu namaku.”

“Semua orang di kotamu juga tahu tentangmu, Firsha.” Mikhael tersenyum. “Saat ini kau sedang terkenal, kan?”

Dan Firsha pun seketika jadi teringat kembali pada segala yang tengah dihadapinya. “Oh, apa yang kini harus kulakukan?” desahnya, seperti ditujukan pada diri sendiri.

Namun Mikhael tersenyum menenangkannya. “Kau tak perlu melakukan apa-apa. Setelah kau kembali ke kotamu nanti, seluruh masalahmu telah selesai.”

“Sungguh...?”

“Kau tak percaya padaku?”

Firsha memaksakan senyumnya. “Oh ya, bagaimana aku harus memanggil-mu? Aku...aku belum pernah memiliki kawan malaikat sebelum ini.”

Mikhael hanya tertawa kecil sambil menatap wajah Firsha.

Firsha berkata lagi, “Dulu, waktu aku masih sekolah di SMA, aku punya kawan yang juga bernama Mikhael, dan kawan-kawan sekelas biasa memanggilnya dengan sebutan Mike. Bolehkah aku memanggilmu dengan sebutan itu?”

“Kalau kau suka.”

“Baiklah...Mike,” kata Firsha sambil mencoba tersenyum kembali, “nah, akan kau bawa kemana aku sekarang?”

“Kemana yang kau inginkan?”

Firsha tertawa kecil. “Seharusnya itu kau tanyakan saat kita belum terbang setinggi ini.”

Mikhael balas tertawa. “Kau tidak takut terbang setinggi ini, Firsha?”

“Bagaimana aku akan merasa takut kalau aku berada dalam rengkuhan malaikat?” Firsha menatap sepasang sayap Mikhael yang terus berkepak-kepak indah di belakang punggungnya. “Aku belum pernah menyaksikan kenyataan yang seindah ini,” bisiknya kemudian.

Mikhael membawa Firsha terbang dengan perlahan, melewati gumpalan-gumpalan mega, dan semakin tinggi mereka terbang, Firsha makin merasakan bahwa jaraknya dengan langit sepertinya tak jauh lagi. Ia seperti menyaksikan bintang-bintang berada dalam jangkauannya, sementara rembulan seperti berada tak jauh di hadapannya.

Bersambung ke: Dalam Rengkuh Sayap Malaikat (14)